Hubungan zat aditif dengan gizi

Pertanyaan selalu dilontarkan mengenai hubungan antara gizi dan kesehatan dengan penggunaan aditif dalam makanan. Sesungguhnya hal ini sangat penting, tetapi memerlukan pembahasan yang sangat mendalam. Kita ambil saja beberapa contoh sederhana. Meskipun pengolahan menggunakan panas (sterilisasi), pengeringan atau pembekuan sangat membantu dalam mencegah kontaminasi mikroba yang berbahaya, tetapi cara-cara tersebut bukan merupakan jawaban yang definitif. Residu spora bakteri Clostridium botulinum dapat memproduksi racun yang mematikan dalam makanan kaleng bila keasamannya tidak diturunkan dengan penambahan bahan pengasam (misalnya asam sitrat, asam sorbat), atau bila bahan pengawet (misalnya nitrat dan nitrit atau lebih dikenal dengan sebutan sendawa) tidak digunakan pada daging. Suhu pemanggangan dalam pembuatan roti tidak cukup untuk membunuh spora bakteri Bacillus subtilis. Pada suhu ruang bakteri ini akan aktif membusukkan roti sehingga akhirnya tidak dapat dimakan lagi. Oleh sebab itu propionat biasa ditambahkan ke dalam roti sebagai bahan pengawet. Jamur yang tumbuh pada kacang-kacang (kacang tanah) atau serealia dapat memproduksi aflatoxin(racun penyebab kanker hati), bila bahan-bahan tersebut disimpan dalam keadaan kurang kering atau bila tidak digunakan bahan pengawet anti jamur. Semua bahan pangan mulai kehilangan nilai gizinya setelah dipanen. Proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dapat lebih lanjut menurunkan nilai gizinya. Suplementasi vitamin dan mineral dalam hal ini dapat mengembalikan nilai gizi bahan pangan tersebut. Pemanis buatan dapat menggantikan gula untuk penderita diabetes dan kegemukan. Kalsium fosfat dan kalsium karbonat yang ditambahkan ke dalam makanan dapat mencegah defisiensi kalsium bagi orang yang tidak biasa minum susu sapi. Minyak nabati tidak jenuh digunakan dalam makanan bagi orang yang ingin menurunkan kadar kholesterol dalam darahnya. Minyak seperti ini karena derajat ketidak-jenuhannya tinggi, sangat mudah teroksidasi oleh udara. Oleh karena itu antioksidan digunakan untuk mencegah ketengikan. Penggunaan aditif makanan dengan demikian tidak saja dapat memperbaiki penampakan, cita rasa dan mempertahankan mutu, tetapi juga mengawetkan. Bahkan dapt mempertinggi nilai gizi makanan seperti misalnya bila vitamin C, karoten atau vitamin E digunakan sebagai antioksidan. Pernyataan bahwa aditif makanan dapat digunakan oleh para industriawan untuk menutupi mutu makanan yang jelek menjadi baik, adalah suatu anggapan yang salah. Suatu aditif makanan tidak akan dapat membuat/mengubah mutu makanan yang jelek menjadi baik, tetapi aditif dapat mencegah/menghambat kerusakan sesuatu makanan yang bermutu baik. Dalam usaha mengikuti perkembangan industri pangan di Indonesia yang semakin meningkat, peranan aditif makanan semakin perlu mendapat perhatian, terutama yang menyangkut penggunaan yang tidak semestinya. Pemilihan bahan yang tepat, sesuai dengan sifat fungsional yang diharapkan, terutama yang tidak mempunyai dampak terhadap kesehatan/keselamatan konsumen, merupakan masalah yang dihadapi para industriawan pangan. Demikian pula perkembangan ilmu dan teknologi pangan, terutama yang menyangkut penemuan-penemuan baru mengenai aditif makanan, merupakan hal yang perlu diperhatikan karena merupakan masukan yang positif bagi pengembangan industri pangan di Indonesia. Berdasarkan cara penambahannya ada dua : Pertama, adalah bahan tambahan makanan yang sengaja ditambahkan pada makanan, jumlahnya telah ditentukan untuk menghindari dampak yang kurang baik bagi kesehatan. Kedua, bahan tambahan makanan yang tanpa sengaja masuk pada rantai makanan, penyebabnya timbul dari berbagai akibat penyimpangan dalam proses produksi, pengemasan maupun pemasaran makanan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makanan yang bersifat asam dan basa

Makanan yang bersifat asam dan basa (Lanjutan)

TERONG BELANDA