Eksistensi Hidup di Dunia
By : Akhukum SaBar
Saudaraku, jauh sebelum eksistensi kita terdefenisi adalah saat dimana kita tidak menyadari, tidak berfikir dan tidak pernah bertanya “Siapa saya, diamana ini ?”, saat kita tidak menyadari kenapa terpilih dan terlahir di dunia?. Kini, setelah tumbuh dan beranjak dewasa, ilmu pengetahuan pun bertambah, eksistensi diri kian jelas. Sayangnya sedikit diantara kita yang hendak menyelami, bertanya dan mengkaji kembali,
“Dimana saya sebelumnya ?”,
“Kenapa saya mesti ada di dunia ini dan untuk apa?”
“Akan kemana setelah hidup ini ?”
Yah, ketidak pekaan mencari, bertanya dan mengetahui hal itu berujung pada sikap mengambil langkah yang salah dalam menindaki hidup yang sangat singkat dan sementara ini.
Benarlah perkataan sebagian ulama, mereka yang selalu mentadabburi ayat-ayat Allah dan hadits Rasul-Nya yang mulia akan semakin tawadhu dalam hidup. Sebaliknya mereka yang senang dengan pembicaraan seputar filsafat terlihat acuh dalam bersikap, tampak sombong dan senang aktualisasi diri alias pamer diri. Jelas, Ayat-ayat dan hadits-hadits Rasul-Nya akan menjawab segala permasalahan eksistensi diri seseorang, “Dari mana, untuk apa dan akan kemana ?”, sedangkan filsafat menjadikan seseorang (para pengakjinya) mengharap orang lain mengacungkan jempol padanya lalu mengatakan, “Hebat!, retorika kamu hebat!, alur berpikirmu sistematis dan masuk akal.”
Saudaraku dengan keterbatasan ilmu dan kesederhanaan berfikir, saya ingin berbagi pengalaman, mengkorelasikan ketiga pertanyaan di atas. Mari kita mulai!
Ketika di Alam Arwah, Ruh kita (ruh seluruh manusia dari awal hingga akhir) diambil kesaksiannya oleh Allah sebagaimana Ia kisahkan dalam Qalam-Nya Surah Al-A’raaf ayat 172, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?", saat itu dengan tanpa keraguan kita menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". Tahukah Saudara ? Allah mewanti-wanti dengan pertanyaan singkat terselubung amanah dan tanggung jawab yang besar itu, agar di hari kiamat kelak kita tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". Nah, dengan kesaksian itulah, Allah melalui perantaraan malaikat Rahmat-Nya, meniupkan Ruh ciptaan-Nya itu ke dalam rahim ibu ketika usia kita empat bulan sepuluh hari.
Sekarang mari garis bawahi statmen ini baik-baik, ”Alam Rahim adalah Alam Penyempurnaan Jasad” apakah terdengar berlebihan ????
Tentu tidak, demikian itulah adanya. Allah sendiri yang mengabarkannya dalam surah As-Sajdah ayat 9 berbunyi, ”Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. Alam rahim adalah alam dimana jasad kita disempurnakan oleh Allah, organ-organ dalam dan luar tubuh diciptakan.
Hal yang sangat perlu dikaji bersama adalah sekiranya bayi yang masih dalam rahim itu bisa berfikir dan mengedepankan akal, tentulah ia akan protes kepada Allah, misalnya dengan mengatakan, ”Ya Allah!, untuk apa Engkau beri aku kedua tangan, kedua kaki, untuk apa mata ini, telinga ini, untuk apa???!!!” ... ”Ya Allah!, kenapa bukan Ari-ariku saja yang diperbanyak, agar suplay makanan lebih banyak masuk ke tubuhku, kenapa?!!!”, sepintas kedengarannya benar, dalam tiga kegelapan itu bayi memang lebih membutuhkan ari-ari ketimbang tangan, kaki, mata, telinga, dan organ-organ tubuh lainnya.
Allah yang menciptakan, dan Allah pula yang lebih tahu apa yang terbaik bagi kita. Sebagaimana penggalan surah Al-baqarah ayat 30, Allah berqalam, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Ilmu dan pengetahuan Allah meliputi segala rahasia di langit dan di bumi. Memang kala itu (dalam rahim), kita belum menyadari pentingnya alat-alat indera yang diberikan Allah dengan kemurahan-Nya, tapi tidak berarti kita tidak membutuhkannya.
Lihatlah ketika bayi itu lahir dipermukaan bumi dengan taruhan nyawa sang ibu. Perhatikan apa yang diputuskan oleh bidan, perawat atau dokter dari perut sang bayi yang mungil itu!. tidak salah lagi, ari-ari yang menjadi satu-satunya alat suplay makanan bagi bayi di dalam perut Ibu, ari-ari yang sangat diharapakannya dahulu untuk bisa diperbanyak, ternyata dialah yang harus diputuskan pertama kali setelah berpindahnya dari alam rahim ke Alam syahadah (Dunia). Dan kini sadarlah bayi itu setelah beranjak dewasa betapa pentingnya tangan, betapa pentingnya kaki, mata, telinga dan indera-indera lainnya. Dan bersyukurlah dia karena Allah menyempurnakan jasadnya di alam rahim dulu.
Saudaraku, sekiranya di dalam rahim Allah mentakdirkan pembentukan jasad bayi tidak sempurna (cacat), maka ia akan terlahir dalam keadaan cacat bukan?. Tahukah saudara bagaimana perihal orang yang cacat itu?!!!! Sekiranya mereka yang cacat itu mengadu dan meminta kepada Allah, sekalipun dengan tangisan darah agar Allah berkenan mengembalikan ia ke dalam rahim supaya jasadnya yang cacat itu bisa disempurnakan, Akankah terjadi?!!!. Tidak!. Itu tidak akan mungkin dan tidak akan pernah terjadi.
Kalau sekarang kita sepakat bahwa Alam Rahim Adalah Alam Penyempurnaan Jasad, lantas Alam dunia ini kita sebut alam apa???!!!
Saudaraku, Perjalanan seribu mil atau sejauh apapun untuk sebuah kesuksesan, berawal dari satu langkah. Tetapi memastikan langkah yang pertama itu benar atau salah butuh pendefenisian yang jelas tentang kesuksesan itu sendiri. Tentang keberadaaan hidup di dunia ini tidak bisa tidak, harus jelas dia alam apa? Benar atau salah dalam pendefenisian tentangnya, akan sangat berpengaruh dalam mengawali langkah hidup di atasnya. Ini penting, sebab kesempatan hidup di dunia ini hanya sekali, tidak dua kali.
Nah sekarang mari kita telaah, bagaimana Allah pencipta dan pemilik dunia ini menyebut tentangnya (dunia). Misalnya, dalam Q.S.Al-Mu’min (40) ayat 39 berbunyi, ”..... sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.”
Juga terdapat dalam Q.S Al-An’am (6) ayat 32 yaitu
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?
Masih banyak ayat yang senada dengan itu, melangkahlah mendekati mushaf Al-Qur’an ! periksalah Q.S.Al-An’am:70; Q.S. Al-A’raf :51; Q.S. Al-Ankabuut:64; Q.S.Muhammad:36. Pada intinya dunia tempat kaki kita berpijak sekarang ini bukanlah kehidupan yang sebenarnya, segala harta yang dikumpulkan, rumah yang dibangun, kedudukan yang diraih dengan simbah peluh berkuah keringat, memiliki akhir. Kesenangan dan kesedihan, kebahagiaan dan kesengsaraan, kelapangan dan kemiskinan, kesuksesan dan kegagalan, kesusahan dan kemudahan dipergilirkan bagi setiap manusia sebagaimana Allah mempegilirkan malam dan siang. Tiada keabadian di dalamnya.
- Mari bandingkan dengan ayat ini (Q.S Az-Zukhruf(43) :35), ”Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia …..”, dan baca juga ayat sebelumnya ayat 32 ”Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,…”. Apa yang bisa kita simpulkan?!!, ini namanya ta’ammul ayat. Paling tidak, pemahaman kita sekarang tentang dunia sedikit tercerahkan bahwa Allah menciptakan dunia ini untuk manusia. Tetapi Allah tidak menciptakan manusia untuk dunia. Kalau demikian, Dunia ini adalah keperluan hidup tapi sekali-kali dunia bukan tujuan hidup. Persis dengan kondisi kita yang butuh WC untuk suatu kepeluan, tapi adakah yang mau berlama-lama di dalam WC?!!!
- Semoga saja Saya tidak terburu-buru menarik kesimpulan dan memaksa saudara menyepakati bahwa Alam Dunia ini adalah Alam Penyempurnaan Iman dan Amal. Setelah kita mengenal sifat dunia dari Al-khalik yang mensifatinya, masihkah kita diliputi keragauan untuk menyetujui statmen di atas. Saudaraku, menurutmu kenapa Fir’aun, Qarun, Hammam, Ubay bin khalaf dilaknat di dunia dan di akhirat ?, sebaliknya kenapa bilal bin Rabah, ’Ammar bin Yasir, Khabbab bin Arats di muliakan di dunia dan di akhirat ?, kenapa ?!!! saya beharap saudara mengenal tokoh-tokoh yang saya sebutkan itu.
- Tidak diragukan lagi, Fir’aun, Qarun, Hammam, Ubay bin khalaf mereka dilaknat bukan karena ketidak berhasilan mereka meraih kekuasaan, mengumpulkan kekayaan, dekat dengan penguasa, atau karena tidak berhasil dalam bisnis. Mereka dilaknat di dunia dan di Akhirat karena cinta berlebihan terhadap dunia dan perhiasannya, tidak bersegera menyambut seruan Rasul, dengan kata lain tidak ingin memperbaiki lalu menyempurnakan Iman dan Amalnya sebagai bekal perjalanan di alam selanjutnya. Siapa yang tidak kenal Fir’aun? Yang memiliki kedudukan tinggi di mata rakyatnya, saking tingginya dia berani mengatakan ”Ana Rabbukumul A’laa” (sayalah tuhan kalian yang paling tinggi) lihat Q.S.79:24 . Siapa yang tidak kenal Qarun? Yang berhasil mengumpulkan harta yang begitu berlimpah ruah, bahkan belum ada manusia setelahnya hingga sekarang ini, yang menandingi banyaknya harta yang dimilikinya. tetapi kesombongan merasup kuat ke dalam dadanya. Ia enggan berinfak dan bersedekah di jalan Allah, karena dikiranya nikmat itu, murni atas jerih payahnya sendiri, padahal Allah berqalam ”Wamaa bikum min ni’matin faminallahi” (Dan apa saja nikmat yang ada padamu, datang dari Allah) lihat Q.S.16:53. Begitupula Hammam yang menolak kebenaran Nabi Musa a.s karena ingin mencari muka di depan Fir’aun dan iapun mendapatkannya. Lain lagi dengan ubay bin khalaf L.a yang mendapat kesempatan hidup di masa nabi Muhammad SAW, namun lebih memilih untuk larut dalam bisnis dan perdagangan bahkan besumpah akan membunuh Nabi, ketimbang memilih untuk membenarkan dan membela apa yang diserukan oleh beliau yang mulia. Sekali lagi mereka adalah tokoh yang pernah berkesempatan lahir di muka bumi namun gagal memahami eksistensi hidup, tak tahu arti tujuan hidup, hingga ia pun memasuki alam setelah dunia ini dalam kondisi cacat iman dan amalnya.
- Adapun tokoh-tokoh yang kami sebutkan semisal bilal bin Rabah, ’Ammar bin Yasir, Khabbab bin Arats, adalah budak yang jangankan harta atau kedudukan, diri mereka sendiri tidak mereka miliki. Diri mereka adalah milik majikan yang membelinya. Sehingga sudah tabiat mereka untuk menyenangkan majikan dalam ucapan dan perbuatan mereka. Namun tidak, ketika islam merasuk kuat dalam dadanya, mereka harus berani melawan majikan yang hendak mengeluarkan dan memisahkan Islam di hati mereka. Apapun konsekuensinya, sekalipun nyawa harus melayang. Sub’haanallah, itulah mereka yang berhasil menyempurnakan Iman dan amalnya di dunia hingga kemuliaanpun datang pada mereka di dunia dan di Akhirat.
- Saudaraku, sungguh kehidupan di dunia ini hanyalah kumpulan hari-hari, setiap hari akan berlalu lalu berganti dengan hari yang baru sampai jatah hari yang diberikan Allah untuk mendiami dunia ini berakhir. Itulah kematian, ketetapan Allah yang pasti akan kita temui, siap atau tidak. Marilah kembali merenungi penggalan ayat Allah, tertera dalam Q.S. nuh (71) ayat yang ke 4, ”.... Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui” . Ya, kematian tidak akan bisa diundur walau hanya sepersekian detik. Saudaraku, bukanlah kematian itu yang menjadi permasalahan kita di sini melainkan sempurna ataukah tidak iman dan amal kita saat itu.
- Sekiranya, kita termasuk mereka yang meninggalkan dunia ini dalam keadaan cacat iman dan amal maka penyesalan demi penyesalan akan jelas terlihat di wajah ketika Allah memandang dengan pandangan murka, permohonan ampun penuh harap pun tak terhitung berapa kali terucap di bibir kita. Coba renungkan ayat ini Surah As Sajdah (32) ayat 12, ” Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin." . saat itu kita menyadari dengan sebenar-benar kesadaran betapa kedudukan yang kita upayakan, kekuasaan yang kita raih, harta yang dikumpulkan serta perhiasan dunia lainnya yang kita kejar selama ini, yang kita sangka dapat memberi kebahagiaan justru semua itu akan diputuskan pertama kali saat kaki tak lagi bisa berpijak di bumi selamanya. iman dan amal shalih yang dulunya kita tidak besungguh-sungguh terhadapnya, sebaliknya kita malah memandang sebagai penghalang urusan dunia, justru dialah yang mampu mengundang rahmat dan kasih sayang Allah di akhirat, dialah kebahagiaan sejati. Kitapun meminta kepada Allah agar dikembalikan ke dunia walau sesaat saja agar kita bisa menyempurnakan keimanan dan amal shalih yang telah dialalaikan. Lantas bagaimana Allah menanggapi permintaan itu, ”Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja” (Q.S.23:100). Saudaraku, ketahuilah sekalipun tangisan darah yang harus keluar dari kedua mata meminta hal itu maka Allah tidak akan mengabulkannya sebagaimana bayi yang lahir cacat takkan mungkin kembali ke rahim, maka manusia yang cacat Iman dan amal tidak akan mungkin kembali ke dunia.
- Sauadaraku, hidup di dunia ini singkat dan sementara, namun sangat menentukan apakah kita bahagia atau tidak di akhirat kelak. Sebagai penutup tulisan yang sederhana ini aku berpesan pada diri sendiri dan saudara yang membaca tulisan ini, ”Musibah terbesar bukanlah kehilangan harta dan perhiasan dunia, bukan pula karena kedudukan yang tak mampu di raih. Tapi... Musibah terbesar adalah matinya suara hati yang menjadi penyebab jauhnya jiwa dari dzikir kepada Allah Azza Wa Jalla.
Saudaraku, jauh sebelum eksistensi kita terdefenisi adalah saat dimana kita tidak menyadari, tidak berfikir dan tidak pernah bertanya “Siapa saya, diamana ini ?”, saat kita tidak menyadari kenapa terpilih dan terlahir di dunia?. Kini, setelah tumbuh dan beranjak dewasa, ilmu pengetahuan pun bertambah, eksistensi diri kian jelas. Sayangnya sedikit diantara kita yang hendak menyelami, bertanya dan mengkaji kembali,
“Dimana saya sebelumnya ?”,
“Kenapa saya mesti ada di dunia ini dan untuk apa?”
“Akan kemana setelah hidup ini ?”
Yah, ketidak pekaan mencari, bertanya dan mengetahui hal itu berujung pada sikap mengambil langkah yang salah dalam menindaki hidup yang sangat singkat dan sementara ini.
Benarlah perkataan sebagian ulama, mereka yang selalu mentadabburi ayat-ayat Allah dan hadits Rasul-Nya yang mulia akan semakin tawadhu dalam hidup. Sebaliknya mereka yang senang dengan pembicaraan seputar filsafat terlihat acuh dalam bersikap, tampak sombong dan senang aktualisasi diri alias pamer diri. Jelas, Ayat-ayat dan hadits-hadits Rasul-Nya akan menjawab segala permasalahan eksistensi diri seseorang, “Dari mana, untuk apa dan akan kemana ?”, sedangkan filsafat menjadikan seseorang (para pengakjinya) mengharap orang lain mengacungkan jempol padanya lalu mengatakan, “Hebat!, retorika kamu hebat!, alur berpikirmu sistematis dan masuk akal.”
Saudaraku dengan keterbatasan ilmu dan kesederhanaan berfikir, saya ingin berbagi pengalaman, mengkorelasikan ketiga pertanyaan di atas. Mari kita mulai!
Ketika di Alam Arwah, Ruh kita (ruh seluruh manusia dari awal hingga akhir) diambil kesaksiannya oleh Allah sebagaimana Ia kisahkan dalam Qalam-Nya Surah Al-A’raaf ayat 172, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?", saat itu dengan tanpa keraguan kita menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". Tahukah Saudara ? Allah mewanti-wanti dengan pertanyaan singkat terselubung amanah dan tanggung jawab yang besar itu, agar di hari kiamat kelak kita tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". Nah, dengan kesaksian itulah, Allah melalui perantaraan malaikat Rahmat-Nya, meniupkan Ruh ciptaan-Nya itu ke dalam rahim ibu ketika usia kita empat bulan sepuluh hari.
Sekarang mari garis bawahi statmen ini baik-baik, ”Alam Rahim adalah Alam Penyempurnaan Jasad” apakah terdengar berlebihan ????
Tentu tidak, demikian itulah adanya. Allah sendiri yang mengabarkannya dalam surah As-Sajdah ayat 9 berbunyi, ”Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. Alam rahim adalah alam dimana jasad kita disempurnakan oleh Allah, organ-organ dalam dan luar tubuh diciptakan.
Hal yang sangat perlu dikaji bersama adalah sekiranya bayi yang masih dalam rahim itu bisa berfikir dan mengedepankan akal, tentulah ia akan protes kepada Allah, misalnya dengan mengatakan, ”Ya Allah!, untuk apa Engkau beri aku kedua tangan, kedua kaki, untuk apa mata ini, telinga ini, untuk apa???!!!” ... ”Ya Allah!, kenapa bukan Ari-ariku saja yang diperbanyak, agar suplay makanan lebih banyak masuk ke tubuhku, kenapa?!!!”, sepintas kedengarannya benar, dalam tiga kegelapan itu bayi memang lebih membutuhkan ari-ari ketimbang tangan, kaki, mata, telinga, dan organ-organ tubuh lainnya.
Allah yang menciptakan, dan Allah pula yang lebih tahu apa yang terbaik bagi kita. Sebagaimana penggalan surah Al-baqarah ayat 30, Allah berqalam, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Ilmu dan pengetahuan Allah meliputi segala rahasia di langit dan di bumi. Memang kala itu (dalam rahim), kita belum menyadari pentingnya alat-alat indera yang diberikan Allah dengan kemurahan-Nya, tapi tidak berarti kita tidak membutuhkannya.
Lihatlah ketika bayi itu lahir dipermukaan bumi dengan taruhan nyawa sang ibu. Perhatikan apa yang diputuskan oleh bidan, perawat atau dokter dari perut sang bayi yang mungil itu!. tidak salah lagi, ari-ari yang menjadi satu-satunya alat suplay makanan bagi bayi di dalam perut Ibu, ari-ari yang sangat diharapakannya dahulu untuk bisa diperbanyak, ternyata dialah yang harus diputuskan pertama kali setelah berpindahnya dari alam rahim ke Alam syahadah (Dunia). Dan kini sadarlah bayi itu setelah beranjak dewasa betapa pentingnya tangan, betapa pentingnya kaki, mata, telinga dan indera-indera lainnya. Dan bersyukurlah dia karena Allah menyempurnakan jasadnya di alam rahim dulu.
Saudaraku, sekiranya di dalam rahim Allah mentakdirkan pembentukan jasad bayi tidak sempurna (cacat), maka ia akan terlahir dalam keadaan cacat bukan?. Tahukah saudara bagaimana perihal orang yang cacat itu?!!!! Sekiranya mereka yang cacat itu mengadu dan meminta kepada Allah, sekalipun dengan tangisan darah agar Allah berkenan mengembalikan ia ke dalam rahim supaya jasadnya yang cacat itu bisa disempurnakan, Akankah terjadi?!!!. Tidak!. Itu tidak akan mungkin dan tidak akan pernah terjadi.
Kalau sekarang kita sepakat bahwa Alam Rahim Adalah Alam Penyempurnaan Jasad, lantas Alam dunia ini kita sebut alam apa???!!!
Saudaraku, Perjalanan seribu mil atau sejauh apapun untuk sebuah kesuksesan, berawal dari satu langkah. Tetapi memastikan langkah yang pertama itu benar atau salah butuh pendefenisian yang jelas tentang kesuksesan itu sendiri. Tentang keberadaaan hidup di dunia ini tidak bisa tidak, harus jelas dia alam apa? Benar atau salah dalam pendefenisian tentangnya, akan sangat berpengaruh dalam mengawali langkah hidup di atasnya. Ini penting, sebab kesempatan hidup di dunia ini hanya sekali, tidak dua kali.
Nah sekarang mari kita telaah, bagaimana Allah pencipta dan pemilik dunia ini menyebut tentangnya (dunia). Misalnya, dalam Q.S.Al-Mu’min (40) ayat 39 berbunyi, ”..... sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.”
Juga terdapat dalam Q.S Al-An’am (6) ayat 32 yaitu
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?
Masih banyak ayat yang senada dengan itu, melangkahlah mendekati mushaf Al-Qur’an ! periksalah Q.S.Al-An’am:70; Q.S. Al-A’raf :51; Q.S. Al-Ankabuut:64; Q.S.Muhammad:36. Pada intinya dunia tempat kaki kita berpijak sekarang ini bukanlah kehidupan yang sebenarnya, segala harta yang dikumpulkan, rumah yang dibangun, kedudukan yang diraih dengan simbah peluh berkuah keringat, memiliki akhir. Kesenangan dan kesedihan, kebahagiaan dan kesengsaraan, kelapangan dan kemiskinan, kesuksesan dan kegagalan, kesusahan dan kemudahan dipergilirkan bagi setiap manusia sebagaimana Allah mempegilirkan malam dan siang. Tiada keabadian di dalamnya.
- Mari bandingkan dengan ayat ini (Q.S Az-Zukhruf(43) :35), ”Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia …..”, dan baca juga ayat sebelumnya ayat 32 ”Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,…”. Apa yang bisa kita simpulkan?!!, ini namanya ta’ammul ayat. Paling tidak, pemahaman kita sekarang tentang dunia sedikit tercerahkan bahwa Allah menciptakan dunia ini untuk manusia. Tetapi Allah tidak menciptakan manusia untuk dunia. Kalau demikian, Dunia ini adalah keperluan hidup tapi sekali-kali dunia bukan tujuan hidup. Persis dengan kondisi kita yang butuh WC untuk suatu kepeluan, tapi adakah yang mau berlama-lama di dalam WC?!!!
- Semoga saja Saya tidak terburu-buru menarik kesimpulan dan memaksa saudara menyepakati bahwa Alam Dunia ini adalah Alam Penyempurnaan Iman dan Amal. Setelah kita mengenal sifat dunia dari Al-khalik yang mensifatinya, masihkah kita diliputi keragauan untuk menyetujui statmen di atas. Saudaraku, menurutmu kenapa Fir’aun, Qarun, Hammam, Ubay bin khalaf dilaknat di dunia dan di akhirat ?, sebaliknya kenapa bilal bin Rabah, ’Ammar bin Yasir, Khabbab bin Arats di muliakan di dunia dan di akhirat ?, kenapa ?!!! saya beharap saudara mengenal tokoh-tokoh yang saya sebutkan itu.
- Tidak diragukan lagi, Fir’aun, Qarun, Hammam, Ubay bin khalaf mereka dilaknat bukan karena ketidak berhasilan mereka meraih kekuasaan, mengumpulkan kekayaan, dekat dengan penguasa, atau karena tidak berhasil dalam bisnis. Mereka dilaknat di dunia dan di Akhirat karena cinta berlebihan terhadap dunia dan perhiasannya, tidak bersegera menyambut seruan Rasul, dengan kata lain tidak ingin memperbaiki lalu menyempurnakan Iman dan Amalnya sebagai bekal perjalanan di alam selanjutnya. Siapa yang tidak kenal Fir’aun? Yang memiliki kedudukan tinggi di mata rakyatnya, saking tingginya dia berani mengatakan ”Ana Rabbukumul A’laa” (sayalah tuhan kalian yang paling tinggi) lihat Q.S.79:24 . Siapa yang tidak kenal Qarun? Yang berhasil mengumpulkan harta yang begitu berlimpah ruah, bahkan belum ada manusia setelahnya hingga sekarang ini, yang menandingi banyaknya harta yang dimilikinya. tetapi kesombongan merasup kuat ke dalam dadanya. Ia enggan berinfak dan bersedekah di jalan Allah, karena dikiranya nikmat itu, murni atas jerih payahnya sendiri, padahal Allah berqalam ”Wamaa bikum min ni’matin faminallahi” (Dan apa saja nikmat yang ada padamu, datang dari Allah) lihat Q.S.16:53. Begitupula Hammam yang menolak kebenaran Nabi Musa a.s karena ingin mencari muka di depan Fir’aun dan iapun mendapatkannya. Lain lagi dengan ubay bin khalaf L.a yang mendapat kesempatan hidup di masa nabi Muhammad SAW, namun lebih memilih untuk larut dalam bisnis dan perdagangan bahkan besumpah akan membunuh Nabi, ketimbang memilih untuk membenarkan dan membela apa yang diserukan oleh beliau yang mulia. Sekali lagi mereka adalah tokoh yang pernah berkesempatan lahir di muka bumi namun gagal memahami eksistensi hidup, tak tahu arti tujuan hidup, hingga ia pun memasuki alam setelah dunia ini dalam kondisi cacat iman dan amalnya.
- Adapun tokoh-tokoh yang kami sebutkan semisal bilal bin Rabah, ’Ammar bin Yasir, Khabbab bin Arats, adalah budak yang jangankan harta atau kedudukan, diri mereka sendiri tidak mereka miliki. Diri mereka adalah milik majikan yang membelinya. Sehingga sudah tabiat mereka untuk menyenangkan majikan dalam ucapan dan perbuatan mereka. Namun tidak, ketika islam merasuk kuat dalam dadanya, mereka harus berani melawan majikan yang hendak mengeluarkan dan memisahkan Islam di hati mereka. Apapun konsekuensinya, sekalipun nyawa harus melayang. Sub’haanallah, itulah mereka yang berhasil menyempurnakan Iman dan amalnya di dunia hingga kemuliaanpun datang pada mereka di dunia dan di Akhirat.
- Saudaraku, sungguh kehidupan di dunia ini hanyalah kumpulan hari-hari, setiap hari akan berlalu lalu berganti dengan hari yang baru sampai jatah hari yang diberikan Allah untuk mendiami dunia ini berakhir. Itulah kematian, ketetapan Allah yang pasti akan kita temui, siap atau tidak. Marilah kembali merenungi penggalan ayat Allah, tertera dalam Q.S. nuh (71) ayat yang ke 4, ”.... Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui” . Ya, kematian tidak akan bisa diundur walau hanya sepersekian detik. Saudaraku, bukanlah kematian itu yang menjadi permasalahan kita di sini melainkan sempurna ataukah tidak iman dan amal kita saat itu.
- Sekiranya, kita termasuk mereka yang meninggalkan dunia ini dalam keadaan cacat iman dan amal maka penyesalan demi penyesalan akan jelas terlihat di wajah ketika Allah memandang dengan pandangan murka, permohonan ampun penuh harap pun tak terhitung berapa kali terucap di bibir kita. Coba renungkan ayat ini Surah As Sajdah (32) ayat 12, ” Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin." . saat itu kita menyadari dengan sebenar-benar kesadaran betapa kedudukan yang kita upayakan, kekuasaan yang kita raih, harta yang dikumpulkan serta perhiasan dunia lainnya yang kita kejar selama ini, yang kita sangka dapat memberi kebahagiaan justru semua itu akan diputuskan pertama kali saat kaki tak lagi bisa berpijak di bumi selamanya. iman dan amal shalih yang dulunya kita tidak besungguh-sungguh terhadapnya, sebaliknya kita malah memandang sebagai penghalang urusan dunia, justru dialah yang mampu mengundang rahmat dan kasih sayang Allah di akhirat, dialah kebahagiaan sejati. Kitapun meminta kepada Allah agar dikembalikan ke dunia walau sesaat saja agar kita bisa menyempurnakan keimanan dan amal shalih yang telah dialalaikan. Lantas bagaimana Allah menanggapi permintaan itu, ”Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja” (Q.S.23:100). Saudaraku, ketahuilah sekalipun tangisan darah yang harus keluar dari kedua mata meminta hal itu maka Allah tidak akan mengabulkannya sebagaimana bayi yang lahir cacat takkan mungkin kembali ke rahim, maka manusia yang cacat Iman dan amal tidak akan mungkin kembali ke dunia.
- Sauadaraku, hidup di dunia ini singkat dan sementara, namun sangat menentukan apakah kita bahagia atau tidak di akhirat kelak. Sebagai penutup tulisan yang sederhana ini aku berpesan pada diri sendiri dan saudara yang membaca tulisan ini, ”Musibah terbesar bukanlah kehilangan harta dan perhiasan dunia, bukan pula karena kedudukan yang tak mampu di raih. Tapi... Musibah terbesar adalah matinya suara hati yang menjadi penyebab jauhnya jiwa dari dzikir kepada Allah Azza Wa Jalla.
Komentar